Materi Kuliah Sosiologi Umum Minggu
VIII & IX:
Stratifikasi Sosial
TIU : Mahasiswa dapat
memahami tentang pelapisan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat.
TIK :
1. Mahasiswa dapat
memahami konsep dan pengertian mengenai stratifikasi sosial dalam masyarakat.
|
2. Mahasiswa
mengerti mengenai fungsi, dan ukuran-ukuran penstratifikasian masyarakat.
|
3. Mahasiswa paham
akan proses terjadinya stratifikasi dalam suatu masyarakat.
|
4. Mahasiswa
mengerti mengenai kelas sosial dan unsur-unsurnya.
|
5. Mahasiswa
mengerti mengenai mobilitas sosial.
|
A.
Pengertian
Stratifikasi
Kata strattifikasi berasal dari kata stratum, jamaknya
strata yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A. Sorokin (1957) dalam bukunya
yang berjudul “Social Stratification” menyatakan bahwa pelapisan sosial adalah
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau
hierarkis. Sistem
lapisan dalam masyarakat adalah merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
masyarakat yang hidup teratur. Seseorang yang berada
di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas
rendah. Dan yang perlu dipahami bahwa stratifikasi sosial merupakan gejala
sosial yang berlaku universal. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut
bahwa selama dalam masyarakat ada pengakuan atas sesuatu yang dihargai, maka
pelapisan sosial otomatis dapat terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat
bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Para ahli sosiologi dan filsuf memiliki tekanan yang
berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat.
seperti:
§
Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan
golongan ekonominya sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.
§
Prof.Dr.Selo Sumardjan dan
Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang
dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya
makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem
berlapis-lapis dalam masyarakat.
§
Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang
senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.
§
Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di
dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang,
sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu
muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
§
Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung
tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada
pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah
dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya
memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Stratifikasi
sosial dalam masyarakat memiliki fungsi tersendiri, karena secara
alami,masyarakat akan menempatkan individu-individu anggotanya pada
tempat-tempat tertentu dalam struktur soaial dan mendorong mereka untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut dengan tujuan agar masyarakat
tersebut bergerak sesuai dengan fungsinya.
B.
Ukuran
Penstratifikasian Suatu Masyarakat
Berkaitan dengan sistem pelapisan dalam masyarakat,
pengakuan suatu kelompok masyarakat terhadap individu tertentu akan terkait
dengan suatu penghargaan. Dimana
penghargaan-penghargaan tersebut dinilai atas dasar sesuatu yang sifatnya
tampak dan tak tampak. Penghargaan yang
tampak, ukuran atau kriterianya cenderung didasarkan pada jumlah materi yang
dikuasai. Sementara penghargaan
masyarakat terhadap suatu individu yang tak tampak, dapat didasarkan pada
ukuran kehormatan, kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu individu. Demikian juga dengan ukuran ilmu pengetahuan
dan pemahaman agama yang dikuasai seseorang.
Berikut ini dijelaskan beberapa ukuran yang dipakai dalam
penstratifikasian masyarakat:
1.
Ukuran kekayaan. materi atau kebendaan dapat dijadikan ukuran
penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial
yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk
lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang
tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda
tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam
berbelanja.
2.
Ukuran kekuasaan dan
wewenang. Seseorang yang mempunyai kekuasaan
atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering
tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang
lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat
mendatangkan kekayaan.
3.
Ukuran kehormatan.
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau
kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas
dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa
pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati
orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang
yang berprilaku dan berbudi luhur.
4.
Ukuran ilmu
pengetahuan. Ukuran ilmu pengetahuan sering
dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi
dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu
pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan),
atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering
timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang
tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak
orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar
kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
5.
Ukuran Pemahaman Agama. Ukuran yang didasarkan pada pemahaman agama
cenderung berlaku dimasyarakat dengan tatanan agama yang kuat. Pada ukuran ini, seorang individu akan didasarkan
pada pemahaman agama yang dipercaya masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan
anggota kelompok lainnya. Misalkan pada
masyarakat penganut agama Islam, seorang Ustad atau Ustadzah akan lebih
dihargai dibandingkan anggota masyarakat biasa.
Dalam masyarakat Katolik Roma, seorang Paus merupakan pemimpin agama
katolik tertinggi didunia, dimana semua anggota masyarakat katolik percaya
bahwa Paus merupakan pemimpin mereka.
Akibat dari ukuran-ukuran tersebut akan menimbulkan
suatu konsekuensi pada masyarakat.
Konsekuensi tersebut adalah :
1. Adanya distribusi hak-hak istemewa
yang obyektif yang dimiliki oleh individu-individu kelas tinggi dibandingkan
anggota kelompok masyarakat diatasnya.
2. Sistem penghargaan dari anggota
masyarakat kepada individu-individu berkelas dibawahnya.
3. Penguasaan terhadap keberadaan
lambang-lambang kedudukan pada suatu masyarakat.
4. Tingkat kesulitan/kemudahan terhadap
mobilitas bertukar kedudukan dalam masyarakat.
5. Tingat solidaritas diantara anggota
kelompok masyarakat yang berkedudukan sama dalam kelompok tersebut.
C.
Proses Pembentukan Stratifikasi Masyarakat
Pada hakekatnya seluruh manusia dilahirkan dengan status
dan hak hidup yang sama. Namun dalam
realitas kehidupan seperti disebutkan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi (1974) dalam sistem masyarakat yang mengakui sesuatu penghargaan maka
stratifikasi akan terbentuk secara otomatis.
Hal ini terjadi karena masyarakat terbentuk dari berbagai individu.
Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang, suku, dan
agama, akan membentuk suatu masyarakat heterogen. Dengan terjadinya kelompok
sosial itu maka terbentuklah suatu pelapisan masyarakat atau masyarakat yang
berstrata. Menurut P.J. Bouman dalam
Moeis (2008), masyarakat memiliki cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak
istimewa tertentu. Oleh karena itu,
mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam
kehidupan anggota masyarakat yang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada
di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas
rendah. Hal ini berlaku universal dan
sulit untuk dicegah karena masyarakat memang membutuhkan stratifikasi sosial
agar kehidupan sosial dapat berjalan.
Melalui stratifikasi sosial maka masing-masing anggota masyarakat akan
menjalankan perannya masing-masing sehingga masyarakat dapat mencapai tujuannya.
Sistem
stratifikasi masyarakat yang terjadi dengan sendirinya disebut sebagai sistem
stratifikasi yang alami. Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan
masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu
dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh
masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena
itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari
pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat
dimana sistem itu berlaku.
Sementara
sistem stratifikasi yang sengaja dibentuk oleh masyarakat itu sendiri
digolongkan dalam sistem stratifikasi yang sengaja dibentuk. ditujukan untuk mengejar tujuan bersama.
Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Didalam sistem organisasi yang
disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1)
Sistem Fungsional, merupakan pembagian
kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama
dalam kedudukan yang sederajat.
2)
Sistem Skalar, merupakan pembagian
kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal ). Pada sistem stratifikasi yang sengaja
dibentuk, hal tersebut dibentuk guna: 1) pembagian wewenang/kekuasaan formal dan 2) kekuasaan itu akan mencerminkan penguasaan
seseorang terhadap uang, tanah, benda-benda ekonomi lai, iptek dan
kehormatan. Namun uang maupun tanah
dapat dibagi secara bebas diantara anggota kelompok tanpa merusak keutuhan
masyarakat itu sendiri.
D.
Sifat
Stratifikasi Sosial
Berdasarkan mobilitas anggota antar kelas sosial maka
stratifikasi masyarakat terbagi atas stratifikasi tertutup dan terbuka.
Pada
stratifikasi bersifat tertutup, setiap anggota masyarakat tidak memiliki
peluang untuk naik ataupun turun lapisan.
Seseorang masuk kedalam suatu lapisan atau golongan masyarakat hanya
berdasarkan kelahiran. Stratitifikasi
bersifat tertutup ini biasanya terjadi pada masyarakat feodal, masyrakat dengan
sistem kasta dan rasial. Hal ini
menandakan bahwa pembagian seorang individu sebagai anggota suatu lapisan
masayarakat mutlak dan tidak dapat diubah.
Sebagai contoh sistem masyarakat di India yang menganut sistem
kasta. Pada masyarakat India Kuno
dikenal empat varna (kelas) yang
tersusun dari atas ke bawah. Kasta
tertinggi adalah Kasta Brahmana yaitu individu-individu pendeta agama. Kasta berikutnya adalah Kasta Ksatria
merupakan kasta para bangsawan dan tentara kerajaan. Kasta dibawahnya adalah Kasta Vaicya yaitu
kasta para pedagang dan kasta terendah adalah Kasta Sudra merupakan kasta
rakyat jelata. Sedangkan
individu-individu yang tidak berkasta disebut sebagai golongan Paria. Umumnya golongan Paria dibuang dari kasta
asalnya karena melakukan kesalahan kepada masyarakat dan cenderung akan
diasingkan oleh masyarakat.
Masing-masing anggota kasta memiliki hak dan kewajiban yang berbeda. Contoh lainnya adalah sistem Aprtheid di Afrika Selatan yang
memisahkan kelas masyarakat berdasarkan warna kulitnya. Di afrika selatan saat itu warga kulit hitam
dianggap rakyat lapisan bawah dan menerima hak dan kewajiban yang berbeda dibandingkan warga kulit putih
dalam sistem sosial dan bernegara. Sistem
ini memang sudah tidak berlaku, namun meninggalkan jejak sejarah bagi
kebangkitan persamaan hak antar manusia tanpa memandang warna kulit.
Stratifikasi
bersifat terbuka, pada sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki peluang
yang sama atas daya upayanya masing-masing untuk naik lapisan yang lebih
baik. Seorang individu dapat berpindah ke lapisan
yang diatasnya melalui kecakapan, usaha dan upayanya sendiri sehingga ia
menerima penghargaan dari masyarakat dan naik kelapisan yang lebih tinggi. Namun seorang individu pun dapat turun
lapisan bila ia tidak berusaha untuk maju dan sukses. Sistem ini terasa lebih adil bagi masyarakat
didunia, karena pembedaan individu anggota masyarakt didasarkan pada upaya dan
usaha masing-masing individu. Bila
setiap individu berupaya untuk maju dan naik ke kelas yang lebih tinggi, maka
masyarakat tersebut akan cenderung akan lebih maju dan saling memajukan satu
sama lain.
E.
Social Classes
Stratifikasi sosial pada dasarnya adalah sistem
pengelompokan individu kedalam golongan-golongan tertentu berdasarkan suatu
kriteria yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Hal tersebut secara sadar akan menghasilkan
adanya kelas sosial. Menurut Soekanto
(2007) yang dimaksud sebagai kelas sosial adalah sekelompok orang yang sadar
pada kedudukannya dalam suatu lapisan dimana kedudukan tersebut diketahui dan
diakui.
Kelas sosial akan memberikan fasilitas hidup tertentu yang
dapat ditanggung oleh anggotanya dan tidak dimiliki oleh warga kelas lainnya.
Perbedaan kelas sosial yang satu dengan yang lainnya adalah perbedaan dalam
memperoleh kesempatan untuk menjalani jenis pendidikan, berpendapat,
berekspresi, dll. Suatu kelas sosial akan ditentukan berdasarkan beberapa
kriteria. Kriteria tersebut adalah :
§
Besar kecilnya jumlah anggota kelas sosial
tersebut. Semakin besar jumlah
anggotanya cenderung akan lebih rendah kelas sosialnya.
§
Kebudayaan yang dimiliki kelas sosial
tertentu. Kebudayaan ini yang akan
menentukan hak dan kewajiban masing-masing anggota kelasnya.
§
Kelanggengan kelas sosial itu sendiri. Semakin mapan kelas sosial tersebut maka akan
semakin langgeng masyarakatnya. Dan
umumnya kelanggengan ini berhubungan dengan nilai-nilai kepercayaan anggotanya
terhadap budaya mereka.
§
Penguasaan terhadap lambang atau tanda suatu
kelas tertentu. Lambang atau tanda-tanda
inilah yang menjadi penciri kelas sosial tersebut.
§
Adanya batas-batas yang jelas dan tegas antara
kelas sosial yang satu dengan yang lainnya.
Semakin tegas dan jelas akan semakin eksklusif kelas sosial tersebut.
F.
Unsur-Unsur
Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Individu dan masyarakat adalah saling melengkapi. Hal ini diartikan bahwa individu dipengaruhi oleh masyarakat
berkaitan dengan pembentukan kepribadiannya; sementara individu pun dapat
mempengaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan perubahan besar dalam
masyarakatnya. Keterkaitan ini menimbulkan suatu sistem sosial. Sistem sosial diartikan sebagai suatu pola
yang mengatur hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakatnya. Dalam hubungan timbal balik inilah,
unsur-unsur stratifikasi masyarakat
memegang peranan utama. Unsur-unsur
tersebut adalah kedudukan (status) dan peranan.
Kedudukan (status).
Kedudukan adalah posisi aau tempat seorang individu
dalam suatu kelompok masyarakat yang berkaitan dengan
hubungannya dengan individu-individu lainnya yang terkait prestis, pergaulan
dan hak serta kewajibannya dalam masyarakat.
Dalam masyarakat dikenal tiga macam kedudukan, yaitu:
1.
Ascribe
status. Kedudukan seseorang dalam masyarakat
didasarkan tanpa memperhatikan perbedaan
rohani dan cenderung diperoleh karena kelahiran. Kedudukan jenis ini cenderung
ditemui pada stratifikasi masyarakat bersifat tertutup.
2.
Achieved status. Kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha
yang disengaja dilakukannya dan cenderung tidak diperoleh dari kelahiran
melainkan atas daya dan upaya masing-masing orang. Kedudukan tipe ini terjadi
pada stratifikasi mayarakat bersifat terbuka.
3.
Assigned
status. Merupakan kedudukan yang diberikan kepada
seseorang. Umumnya suatu kelompok
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang telah berjasa
kepada kelompok masyarakat tersebut.
Peranan. Memiliki arti sebagai aspek dinamis dari kedudukan
seorang individu dalam suatu masyarakat.
Seorang individu yang telah melaksanakan kewajibannya sesuai
kedudukannya dalam maysrakat maka inidividu tersebut dikatakan telah
menjalankan suatu peran. Setiap individu
dapat memiliki banyak peran dalam masyarakt tergantung pada pola pergaulan
individu tersebut. Semakin besar peran
seorang individu, akan semakin tinggi kewajibannya untuk mengatur perilakunya
agar sesuai norma yang berlaku di masyarakat.
Suatu peranan akan
mencakup tiga hal yaitu norma, konsep dan perilaku. Terkait norma, peranan seorang individu
merupakan rangkaian peraturan tidak formil namun berlaku umum yang membimbing
individu dalam kehidupan bermasyarakat.
Peranan dalam cakupan konsep mengandung arti bahwa peranan sebagai suatu
konsep hal-hal yang dapat atau tidak dapat dilakukan individu dalam
masyarakat. Sedangkan peranan dalam
cakupan perilaku menandakan bahwa peranan seorang individu dalam masyarakat
harus mencerminkan perilaku ideal yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
G.
Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial adalah suatu pergerakan dalam struktur
sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok
sosial. Mobilitas sosial menyangkut tiga
hal yaitu adanya perubahan kelas sosial, baik ke atas maupun ke bawah,
mobilitas sosial dialami oleh manusia sebagai individu maupun kelompok, dan
mobilitas sosial menimbulkan dampak sosial terhadap kelas sosial baru yang
diperoleh individu atau kelompok tersebut.
Terdapat beberapa jenis mobilitas sosial:
a.
Mobilitas vertikal. Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan
individu atau objek dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya
yang tidak sederajat. Jadi pergerakannya vertikal; dari atas ke bawah atau dari
bawah ke atas.
b.
Mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial horizontal merupakan
peralihan individu atau kelompok sosial dari suatu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya yang sederajat.
c.
Mobilitas sosial lateral. Mobilitas sosial lateral disebut juga
mobilitas geografis. Mobilitas lateral mengacu pada mobilitas perpindahan
orang-orang, baik secara individu maupun kelompok, dari unit-unit wilayah
(ruang) satu ke unit wilayah lain yang secara tidak langsung mengubah status
sosial seseorang.
d.
Mobilitas struktural. Mobilitas
struktural adalah mobilitas yang disebabkan oleh adanya inovasi teknologi,
urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, peperangan, dan kejadian-kejadian lainnya yang
mengubah struktur dan jenis kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Ada
beberapa faktor pendorong mobilitas sosial diantaranya:
1. Status sosial. Setiap manusia secara hierarki berhak untuk
memilih atau mengubah status sosial yang mereka terima sejak lahir.
Tetapi hal ini sangat tergantung pada sistem startifikasi sosial yang
terdapat dalam masyarakat. Pada sistem pelapisan terbuka, individu memiliki
peluang besar untuk melakukan mobilitas sosial antar kelas.
2.
Keadaan ekonomi. Mobilitas ini disebabkan oleh suatu sikap
yang tidak mau menerima keadaan ekonomi yang sudah dimiliki sebelumnya.
Upaya-upaya memenuhi atau meraih suatu kondisi perekonomian yang lebih baik ini
akan mengarahkan seseorang pada kelas yang semakin tinggi dan menyebabkan
terjadinya mobilitas sosial.
3.
Situasi politik. Situasi politik dalam suatu masyarakat sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek lain sehingga perubahan dalam kebijaksanaan
politik akan memberikan peluang untuk melakukan mobilitas vertikal maupun
horizontal.
4.
Pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang diimbangi dengan penyediaan
atau pengembangan kebutuhan dapat menjadi beban. Menurunnya tingkat
kesejahteraan dan kemiskinan akan mendorong pula mobilitas horizontal dan
mobilitas lateral, yakni ketika penduduk bermobilitas ke tempat-tempat yang
lebih menguntungkan.
Faktor-faktor penghambat mobilitas sosial
diantaranya:
1. Perbedaan ras dan agama. Diskriminasi (pembedaan) ras masih banyak
terjadi di dunia, baik yang secara terbuka maupun secara terselubung. Perbedaan
perlakuan ini akan sangat menghambat mobilitas sosial, sebab akses suatu
kelompok masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya dibatasi.
Selain itu, mobilitas sosial juga dihambat oleh perbedaan agama dan kepercayaan
yang dianut suatu masyarakat, jika masyarakat tersebut berpikiran dan berperilaku
sempit.
2. Diskriminasi kelas. Hambatan juga dapat disebabkan oleh perbedaan
perlakuan terhadap kelas sosial tertentu.
3. Pengaruh sosialisasi yang kuat. Sosialisasi adalah suatu proses di mana
seorang anak belajar berpartisipasi menjadi anggota masyarakat. Jika proses
sosialisasi ini berjalan baik, maka pola-pola perilaku, cara pandang, dan
persepsi, akan tertanan dengan sangat kuat sehingga sulit dipengaruhi oleh
unsur-unsur yang dianut kelas sosial lainnya.
4. Kemiskinan.
Masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai atas sarana
informasi dan pendidikan, sehingga akhirnya tertinggal dari kelompok lain
5. Perbedaan jenis kelamin. Kenyataan saat ini masih banyak masyarakat
yang memandang bahwa pria lebih superior. Hal ini mempengaruhi pencapaian
prestasi, kekuasaan, dan status sosial yang dicapai oleh kebanyakan kaum wanita
di seluruh dunia.
Dampak mobilitas sosial:
1.
Mendorong seseorang untuk maju. Seorang individu yang berhasil naik ke kelas
sosial yang lebih tinggi akan termotivasi atau terdorong untuk lebih
berprestasi dan lebih maju sehingga dapat mempertahankan, atau bahkan
meningkatkan, status sosialnya ke jenjang kelas yang lebih tinggi lagi.
2.
Mempercepat perubahan sosial. Melalui mobilitas sosial, seseorang
termotivasi untuk melakukan perubahan-perubahan perilakunya (kepribadian).
Perubahan pola perilaku individual itu apda akhirnya akan mendorong terjadinya
perubahan sosial.
3.
Menimbulkan kecemasan dan
ketegangan. Seseorang yang mengalami
peningkatan atau penurunan kelas sosial akan terjadi kecemasan dan ketegangan
karena situasi dan kondisi saat ini berbeda dari sebelumnya.
4.
Berpotensi menimbulkan keretakan
hubungan dalam kelompok primer.
Keretakan hubungan dalam kelompok primer terjadi ketika salah seorang
yang mulanya merupakan anggota suatu kelompok kemudian mengalami perpindahan
kelas sosial ke kelas sosial yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Daftar Pustaka:
Moeis,
Syarif. 2008. Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Materi Kuliah Struktur dan Proses Sosial. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
UPI. Bandung.
Soekanto,
Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Sorokin,
Pitirim, A. 1957. Social
and Cultural Dynamics. Sargent. Boston.
Soemardjan,
Selo dan Soelaeman Soemardi. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Yayasan Badan Penerbit FE UI. Jakarta.
No comments:
Post a Comment