Materi Kuliah Sosiologi Umum Kelas Ekstensi TA
2015/2016
Kekuasaan,
Wewenang dan Kepemimpinan
TIU : Mahasiswa mengerti
mengenai kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan.
TIK :
1. Mahasiswa
dapat mendeskripsikan pengertian kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan.
2. Mahasiswa
memahami saluran yang dapat digunakan untuk memiliki kekuasaan.
3. Mahasiswa mengerti mengenai cara-cara
mempertahankan kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan.
4. Mahaiswa
dapat mengetahui sifat dan sikap seorang
pemimpin dan kepemimpinan yang efektif.
A.
Definisi Kekuasaan
Dalam pendekatan sosiologi, masyarakat sosial
akan selalu memerlukan pengendalian sosial.
Dalam persepektif pengendalian sosial inilah muncul kebutuhan masyarakat
akan adanya penggunaan kekuasaan, wewenang dan kepempimpinan. Sosiologi memandang kekuasaan dan kewenangan
sebagai suatu gejala yang netral, namun sebagai ilmu, sosiologi tidak mampu
memecahkan permasalahan sosial terkait kekuasaan dan wewenang secara langsung. Sosiologi hanya mampu mendeskripsikan
gejala-gejala sosial terkait kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan sebagai suatu
fenomena dalam masyarakat.
Max Weber (1946) menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang/sekelompok orang untuk
dapat mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut dengan kehendak sendiri
mampu dan mau memenuhi keinginan orang tersebut termasuk melakukan tindakan
perlawanan terhadap orang/golongan masyarakat lainnya. Kinicki dan Kreitner (2003) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai suatu proses pengaruh sosial dimana pemimpin mencari partisipasi
sukarela dari para bawahan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk
memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang
secara resmi diangkat menjadi kepala suatu grup/kelompok bisa saja ia berfungsi
atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin (Irawati, 2004).
Kekuasaan
dapat bersifat positif dan negatif.
Kekuasaan yang positif diartikan sebagai kemampuan yang dianugerahkan
Tuhan YME kepada individu tertentu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Kekuasaan yang negatif sifatnya adalah
kekuasaan yang dimiliki seseorang melalui paksaan, baik paksaan terhadap fisik
maupun mental. Kekuasaan memiliki banyak
bentuk yang bersumber dari penguasaan seseorang terhadap hak milik kebendaan
(ekonomi), kedudukan yang tinggi dimasyarakat (tradisi), ideologi, politik,
militer, hukum dan birokrasi, ilmu pengetahuan dan dasar peraturan-peraturan
hukum yang tertentu. Sehingga kekuasaan akan selalu ada disetiap aspek sosial
kemasyarakatan. Dan kekuasaan tertinggi
terdapat pada suatu organisasi yang disebut “negara”. Secara resmi suatu :negara” memiliki hak
untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi dan bila diperlukan, maka negara dapat
melakukan pemaksaan kepada warganya untuk melaksanakan kedaulatan.
Dalam
hal kedaulatan suatu negara, suatu masyarakat ataupun suatu golongan, kekuasaan
akan terdiri dari pihak yang berkuasa dan pihak yang dikuasai. Dan dalam hubungan antara penguasa dan pihak
yang dikuasai, maka kekuasaan dapat memiliki hubungan yang simetris atau
asimetris. Hubungan yang simetris adalah
hubungan yang yang terjadi secara timbal balik, hubungan persahabatan, hubungan
sehari-hari, hubungan yang besifat ambivalen dan bila terjadi pertentangan,
akan cenderung terjadi pada orang yang sejajar kedudukannya. Kekuasaan yang
asimetris adalah hubungan tidak seimbang (tidak adil) antara penguasa dan pihak
yang dikuasai. Hubungan asimetris
memiliki beberapa ciri yaitu: kekuasan berdasarkan popularitas, hubungan
sehari-hari, adanya peniruan sikap, pihak yang dikuasai cenderung mengikuti
perintah, tunduk pada pemimpin formal/informal/ahli, dan bila terjadi pertentangan,
terjadi pada orang yang tidak sejajar kedudukannya.
Kekuasaan
sebagai suatu proses sosial didalam masyarakat akan memiliki beberapa
peranan. Diantaranya adalah:
1. Mengendalikan tingkat kekerasan di
masyarakat.
2. Mengendalikan tanah, buruh, kekayaan
material dan produksi
3. Pengambilan keputusan bersama yang dirasa penting oleh
masyarakat.
4. Mempertahankan, mengubah, dan melancarkan
interaksi antar masyarakat.
5. Membuat sistem kepercayaan nilai-nilai kedaulatan suatu bangsa.
6. Menyamakan pandangan hidup dan
integrasi masyarakat.
7. Membangun kepentingan rekreatif.
B.
Unsur-Unsur Saluran Kekuasaan
Soekanto (2004) menyebutkan beberapa
unsur yang menjadi jalur untuk mendistribusikan kekuasaan antar manusia atau
antar kelompok. Unsur-unsur tersebut
adalah rasa takut, cinta, kepercayaan dan pemujaan. Rasa takut yang dimiliki oleh individu atau
masyarakat adalah gejala umum yang terdapat pada semua individu. Hasil dari rasa takut itu adalah menimbulkan
kepatuhan. Dan cenderung kekuasaan yang
menggunakan unsur ini bernilai negatif karena lebih banyak menggunakan pemaksaan. Rasa cinta merupakan perasaan alami yang
dmiliki oleh semua individu. Melalui
unsur ini, seorang individu akan melaksanakan keinginan pihak yang berkuasa
atas dasar keinginan pribadi dan secara sukarela. Pada kondisi ini suatu sistem kekuasaan dapat
berjalan dengan baik dan teratur.
Kepercayaan dapat timbul sebagai hubungan secara langsung antara satu
pihak dengan pihak lainnya, dimana pihak yang dikuasai akan memiliki perasaan
percaya kepada pihak berkuasa. Sehingga
mereka bersedia memenuhi keinginan penguasa.
Pemujaan adalah sikap mental yang muncul dari dalam diri individu atau
kelompok individu dari rasa kepercayaan yang berlebihan sehingga mereka akan
selalu membenarkan semua hal yang ditentukan pihak pemegang kekuasaan. Sikap yang berlebihan ini cenderung berdampak
negatif karena individu atau kelompok individu tersebut cenderung tidak sadar
secara mental.
C.
Cara Mempertahankan Kekuasaan
Berdasarkan
peran kekuasaan dalam masyarakat, kekuasaan menjadi hal utama dalam sistem
sosial kemasyarakatan. Kekuasaan itu
sendiri ada yang bersifat positif dan negatif.
Dan berdasarkan sifatnya tersebut muncul 4 dimensi dari kekuasaan. Dimensi pertama; kekuasaan itu sah dan
dilaksanakan tanpa kekerasan antara penguasa dan pihak yang dikuasai. Hal ini dapat djalankan pada sistem adat,
kaidah, ideologi, dan wewenang. Dimensi kedua;
adalah kekuasaan sah dan cara kekerasaan dapat dilakukan terutama pada kasus
pemerintah yang otoriter dalam suatu negara.
Dimensi ketiga adalah kekuasaan tidak sah yang berjalan tanpa kekerasan,
hal ini dilakukan dengan intimidasi, provokasi dan penyebaran desas-desus atau
isu yang meresahkan masyarakat.
Sedangkan dimensi keempat adalah kekuasaan tidak sah dan dijalankan
dengan kekerasan. Hal ini dapat terjadi
dalam suatu negara dengan sistem tirani dimana kekuasaan dijalankan dengan
tindakan pemaksaan atau bahkan kriminal kepada warga negaranya.
Dan
umumnya pihak-pihak yang berkuasa cenderung untuk melanggengkan kekuasaan
tersebut. Dalam upaya melanggengkan
kekuasaan, beberapa upaya dilakukan diantaranya adalah:
1.
Meninggalkan peraturan
kuno yang merugikan kepentingan penguasa dan
menggantinya dengan peraturan baru yang menguntungkan pemegang kekuasaan saat
ini.
2.
Menciptakan sistem
kepercayaan melalui agama, ideologi ataupun nilai kepercayaan masyarakat bahwa sistem kekuasaan ini yang terbaik bagi masyarakat.
3.
Melakukan tata kelola
administrasi dan birokrasi yang baik. Dengan sistem birokrasi yang baik, diharapkan
penguasa akan menempatkan orang-orang yang loyal kepadanya.
4.
Melakukan konsolidasi
vertikal & horizontal. Konsolidasi ini
penting untuk mejaga loyalitas seluruh lapisan masyarakat agar terus
mempercayai penguasa tersebut.
Setelah
pihak pemegang kekuasaan dapat berkuasa, ada beberapa hal yang dapat memperkuat
posisinya dalam masyarakat. Cara
memperkuat kekuasaan itu adalah:
1.
Menguasai
beberapa bidang-bidang tertentu dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan
dengan cara persuasif dan damai. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan citra penguasa itu sendiri. Bidang-bidang utama dalam kehidupan
masyarakat itu umumnya adalah bidang perekonomian dan kesejahteraan. Penguasaan terhadap potensi-potensi ekonomi
kerakyatan dengan tujuan pemanfaatan bersama cenderung dilakukan justru untuk
mengontrol masyarakat itu sendiri dan bukan untuk kesejahteraan masyarakat.
2.
Menguasai
aspek kehidupan masyarakat dengan paksaan atau kekerasan. Hal ini dilakukan
bila pendekatan persuasif gagaln dilaksanakan.
Namun paksaan ataupun kekerasan justru akan merusak kekuasaan itu
sendiri.
D.
Lapisan Kekuasaan
Dalam
sejarah manusia, kekuasaan akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan
masyarakat. Soekanto (2007) menyatakan
bahwa bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan masyarakat,
adat istiadat dan pola-pola masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang khawatir timbulnya
disintegrasi bila tidak ada pihak yang berkuasa menimbulkan terjadinya berbagai
bentuk pelapisan kekuasaan.
Setidak-tidaknya saat ini dikenal 3 (tiga) bentuk lapisan kekuasaan di
masyarakat. Lapisan-lapisan kekuasaan
itu adalah:
1.
Tipe
Kasta. Lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan
kaku dan hampir tidak ada gerak sosial vertikal.
2.
Tipe
Oligarkhis. Lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas
namun dasar pembedaan kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat
setempat. Tipe ini seseorang memiliki
kesempatan untuk naik kelas.
3.
Tipe
Demokratis. Lapisan kekuasaan dengan garis
pemisah yang sangat mudah bergerak dimana kelahiran tidak menentukan seseorang
yang terpenting adalah kemampuan dan terkadang faktor keberuntungan.
E.
Wewenang
Pengertian
kekuasaan seperti dikutip dari Wikipedia (2013) adalah suatu kewenangan yang
didapatkan oleh seseorang atau kelompok untuk menjalankan kewenangan tersebut
sesuai kewenangan yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh melampaui
kewenangan yang telah diberikan tersebut.
Pemahaman mengenai kekuasaan akan selalu terkait dengan wewenang. Wewenang adalah kekuasaan yang ada pada diri
seseorang atau sekelompok orang yang memiliki dukungan/pengakuan dari
masyarakatnya. Wewenang dapat diartikan juga sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk
menetapkan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penyelesaian pertentangan. Dalam sistem
masyarakat yang sudah kompleks, wewenang akan terkait dengan pembagian kerja
yang terperinci. Wewenang akan terbatas
mengenai hal-hal yang tercakup didalamnya, waktu dan cara penggunaan kekuasaan
itu sendiri. Oleh sebab itu seseorang
yang memiliki wewenang cenderung akan menjadi penguasa dalam kelompoknya. Dan bagi masyarakat, kekuasaan tanpa wewenang
merupakan kekuatan yang tidak sah. Soekanto (2007) membedakan pengertian
kekuasaan dan wewenang ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak
lain dapat dinamakan kekuasaan.
Sementara wewenang adalah kekuasan yang melekat pada diri individu atau
sekelompok orang yang memiliki dukungan dari orang/kelompok lain.
Berdasarkan
sejarah perkembangnnya, wewenang mengalami perubahan sejarah terus
menerus. Dan perkembangan itu menuju
pada arah dan tujuan dari wewenang itu sendiriuntuk memenuhi keinginan dan
perkembangan masyarakat. Dasar
pembentukan wewenang berdasarkan perkembangan zaman mengalami perubahan
berdasarkan sumber, kelas sosial, tokoh-tokoh yang dominan, sarana, basis kelas
sosial dan cara memperoleh wewenang itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Dasar pembentukan wewenang
berdasarkan perkembangan zaman.
No.
|
Dasar Pembentukan
|
Pra-Industrial
|
Industrial
|
Purna Industrial
|
1.
|
Sumber
|
Tanah
|
Pabrik
|
Pengetahuan
|
2.
|
Pusat Sosial
|
Pertanian
|
Bisnis
perusahaan
|
Universitas,
Pusat Penelitian
|
3.
|
Tokoh Dominan
|
Pemilik
Tanah, Kalangan Militer
|
Kalangan
Bisnis
|
Ilmuwan,
peneliti
|
4.
|
Sarana Berkuasa
|
Penguasaan
& Kekuatan
|
Pengaruh
hak langsung terhadap politik
|
Keseimbangan
kekuatan politik, Iptek dan HAKI.
|
5.
|
Basis Kelas
Sosial
|
Harta,
Kekuatan Militer
|
Harta,
organisasi, politik, ketrampilan teknis
|
Keterampilan
teknis dan organisasi politik
|
6.
|
Cara
|
Warisan
|
Warisan,
magang, pendidikan
|
Pendidikan,
mobilisasi
|
Sumber:
Soekanto (2007).
Terdapat beberpa bentuk-bentuk
wewenang. Bentuk wewenang pertama adalah
wewenang yang didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang
berlaku (Weber, 1947). Wewenang ini
dibedakan atas:
1.
Wewenang
kharismatis; wewenang yang didasarkan pada
kemampuan khusus yang dianugerahkan Tuhan YME kepada seseorang.
2.
Wewenang tradisional; wewenang yang didasarkan pada keluarga tertentu yang sudah lama memiliki
kekuasaan di masyarakat.
3.
Wewenang
rasional; wewenang yang didasarkan
pada sistem hukum yang berlaku di
masyarakat (tradisi dan agama).
Bentuk
wewenang kedua adalah wewenang yang didasarkan derajat resmi suatu wewenang
yang berlaku dalam masyarakat. Wewenang
ini dibedakan atas:
1.
Wewenang
resmi; wewenang yang sifatnya sistematis, dipehitungkan dengan baik dan
rasional. Bentuk wewenang ini umum
dijumpai pada kelompok masyarakat yang besar yang memerlukan aturan dan tata
tertib yang tegas dan bersifat tetap.
2.
Wewenang
tida resmi; wewenang yang dalam prosesnya didasarkan pada kebiasaan atau
aturan-aturan yang tidak resmi.
Bentuk
wewenang ketiga adalah wewenang yang timbul dari sifat dan dasar
kelompok-kelompok sosial tertentu.
Kelompok itu mungkin timbul karena adanya ikatan darah atau ikatan
tempat tinggal atau bahkan berdasarkan keduanya. Wewenang ini dibedakan atas:
1.
Wewenang
pribadi; wewenang yang tergantung pada solidaritas antar anggota kelompok dan
unsur kebersamaan memegang peranan penting.
Struktur wewenang bersifat konsentris yaitu wewenang akan terpusat pada
satu titik kemudian meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap memiliki
kekuasaan penuh di wilayahnya masing-masing.
2.
Wewenang
teritorial; muncul kecenderungan sentralisasi wewenang yang memungkinkan
hubungan langsung dengan anggota masyarakat.
Bentuk
wewenang keempat adalah wewenang yang berdasarkan pada skala penguasaan. Wewenang ini dibedakan atas:
1.
Wewenang
terbatas; wewenang yang tidak mencakup seluruh sektor kehidupan masyarakat.
2.
Wewenang
menyeluruh; wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu.
F.
Kepemimpinan Yang Efektif
Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain agar bertingkah laku dan berdaya upayanya sendiri
memenuhi tujuan yang ingin dicapai orang
tersebut. Kepemimpinan
merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk sebagai hasil interaksi
sosial. Kepemimpinan
terbentuk dari hasil dinamika interaksi sosial. Kepemimpinan dapat
bersifat formal;
kepemimpinan yang tersimpul dalam suatu jabatan dan dapat bersifat informal; kepempinan muncuk karena adanya pengakuan
dari masyarakat.
Konsep kepemimpinan akan berbeda antar masyarakat karena
ia adalah hasil interaksi sosial suatu masyarakat. Berdasarkan budaya jawa, konsep kepemimpinan
adalah “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”
(dimuka memberi tauladan, ditengah membangun semangat, dibelakang memberi
pengaruh). Pemahaman ini menunjukkan
bahwa pemimpin seharusnya memiliki ideologi dan tauladan yang sangat baik. Sedangkan dalam Asta Brata yang merupakan
kumpulan seloka dalam Ramayana, pada diri seorang pemimpin terkumpul sifat dari
delapan dewa. Sifat-sifat itu adalah:
1.
Indra-brata;
mampu memberikan kesenangan jasmani.
2.
Yama-brata;
mampu dan memiliki keahlian dan memberikan kepastian hukum.
3.
Surya-brata;
mampu menggerakan pengikutnya secara persuasif.
4.
Caci-brata;
mampu memberikan kesenangan rohani.
5.
Bayu-brata;
mampu menunjukan keteguhan pendidikan dan rasa tak segan untuk merasakan
kesukaran-kesukaran pengikutnya.
6.
Dhana-brata;
mampu menunjukan pada suatu sikap yang patut dihormati.
7.
Paca-brata;
mampu menunjukan kelebihan dalam ilmu pengetahuan, kepandaian dan keterampilan.
8.
Agni-brata;
mampu memberikan semangat pada pengikutnya.
Selain
sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin, terdapat beberapa gaya
kepemimpinan. Diantaranya adalah:
1. Gaya Otoriter. ciri-cirinya:
a. Pemimpin bersifat dominan dalam semua
kegiatan kelompok.
b. Anggota kelempok cenderung tidak diikutsertakan dalam penentuan tujuan kelompok.
c. Pemimpin terpisah dan tidak berinteraksi secara efektif
dengan anggota kelompoknya.
2. Gaya Demokratis, ciri-cirinya:
a.
Musyawarah & mufakat
dalam penentuan tujuan kelompok.
b.
Pemimpin aktif memberikan
saran dan petunjuk.
c.
Ada interaksi efektif
antara pemimpin dan anggota kelompok.
d.
Pemimpin aktif
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
3.
Gaya Bebas, ciri-cirinya:
a. Pemimpin pasif.
b. Penentuan tujuan kelompok
sepenuhnya ditentukan oleh anggota kelompok.
c. Pemimpin hanya menyediakan sarana
yang dibutuhkan oleh kelompok.
d. Pemimpin berada di tengah-tengah
kelompok.
Kajian
sosiologis, seorang pemimpin memiliki tugas:
1. Membuat kerangka pokok yang jelas yang menjadi pegangan dalam
berperilaku di masyarakat bagi pengikutnya.
2. Mengawasi, mengendalikan, menyalurkan perilaku warga masyarakat
yang dipimpinya.
3. Sebagai representasi warganya di masyarakat lain selain
kelompoknya.
Siapa orang yang bisa diangkat atau dipilih
untuk menjadi pemimpin. Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah kita menentukan
kriteria yang akan dipakai untuk memilih pimpinan tersebut. Seorang pemimpin
itu haruslah paling sedikit mampu untuk memimpin pengikutnya untuk mencapai
tujuan organisasi dan juga mampu untuk menangani hubungan antar manusia. Mempunyai
interaksi antar individu yang baik dan mempunyai kemampuan untuk bisa
menyesuaikan diri dengan keadaan. Sikap
yang berguna bagi pemimpin yang efektif adalah :
1. Keinginan Untuk Menerima Tanggung Jawab. Apabila
seseorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia
bersedia untuk bertanggung jawab kepada pihak tertinggi atas apa-apa yang
dilakukan pengikutnya. Disini pemimpin
harus mampu mengatasi pengikutny serta mengatasi tekanan kelompok informal.
2. Kemampuan Untuk Bisa”Perceptive”. Perceptive
menunjukan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu
lingkungan. Setiap pimpinan haruslah mengenai tujuan organisasi sehingga mereka
bisa bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Disini ia memerlukan
kemampuan untuk untuk memahami pengikutnya, sehingga ia dapat mengetahui
kekuatan dan kelemahan mereka serta juga berbagai ambisi yang ada. Di samping
itu pemimpin harus juga mempunyai persepsi intropektif (menilai diri sendiri)
sehingga ia bisa mengetahui kekuatan, kelemahan dan tujuan yang layak baginya.
Inilah yang disebut kemampuan “Perceptive”.
3. Kemampuan untuk
bersikap Objektif. Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu
peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan perceptive. Apabila perceptivitas menimbulkan kepekaan terhdap fakta, kejadian
dan kenyatan-kenyatan yang lain. Objektivitas membantu pemimpin untuk
meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan
realitas.
4. Kemampuan Untuk Menentukan Prioritas. Seorang
pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempuanyai kemampuan untuk memiliki
dan menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan ini sangat
diperlukan karena pada kenyataanya sering masalah-masalah yang harus dipecahkan
bukan datang satu per satu tetapi seringkali masalah datang bersamaan dan berkaitan
antara satu dengan yang lainnya.
5. Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi
merupakan keharusan bagi seorang
pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan
bantuan orang lain, karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada
orang lain mutlak perlu dikuasai.
6.
Dari zaman
dulu sampai sekarang faktor emosi memang menjadi bagian dari manusia yang sangat besar
yang dapat menentukan kemana langkah seseorang. Istilahnya IQ (Intellegence
Quotient/kecerdasan intelektual) memang diperlukan, tapi IQ bukan
satu-satunya perkara yang bisa menjamin kesuksesan. Seorang pemimpin yang menggunakan
pendekatan kecerdasan emosi (EQ) akan menghasilkan kinerja jauh lebih baik
ketimbang pemimpin yang hanya menggunakan pendekatan IQ. Coba bedakan, pemimpin
yang menggunakan kecerdasan emosi, pola pikirnya dimulai dari melihat masyarakat sebagai aset
dan bagian yang penting untuk masa depan suatu negara. Apabila masyarakat bebas dari
masalah, selalu termotivasi, diperhatikan kebutuhan dasarnya maka mereka dengan
sendirinya akan membangun bangsa dan
negara pada kapasitas terbaiknya.
Daftar Pustaka
Irawati, Nisrul. 2004. Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan yang Mampu
Mengambil Keputusan yang Tepat. USU
Digitalab. Medan.
Kinicki dan Kreitner. 2004
Soekanto,
Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Weber,
Max. 1946. Essay in Sociology. Oxford University Press. New York.
----------------.
1947. The Theory of Social and Economic
Organization. Oxford University
Press. New York.
www.youtube.com
No comments:
Post a Comment