Sunday, 5 June 2016

Materi Kuliah Sosiologi Umum Kelas Ekstensi TA 2015/2016

 

Kekuasaan, Wewenang dan Kepemimpinan


 

TIU : Mahasiswa mengerti mengenai kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan.


TIK :

1. Mahasiswa dapat mendeskripsikan pengertian kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan.

2.  Mahasiswa memahami saluran yang dapat digunakan untuk memiliki kekuasaan.
3.  Mahasiswa mengerti mengenai cara-cara mempertahankan kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan.
4.  Mahaiswa dapat  mengetahui sifat dan sikap seorang pemimpin dan kepemimpinan yang efektif.


A.             Definisi Kekuasaan

Dalam pendekatan sosiologi, masyarakat sosial akan selalu memerlukan pengendalian sosial.  Dalam persepektif pengendalian sosial inilah muncul kebutuhan masyarakat akan adanya penggunaan kekuasaan, wewenang dan kepempimpinan.  Sosiologi memandang kekuasaan dan kewenangan sebagai suatu gejala yang netral, namun sebagai ilmu, sosiologi tidak mampu memecahkan permasalahan sosial terkait kekuasaan dan wewenang secara langsung.  Sosiologi hanya mampu mendeskripsikan gejala-gejala sosial terkait kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan sebagai suatu fenomena dalam masyarakat.
          Max Weber (1946) menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang/sekelompok orang untuk dapat mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut dengan kehendak sendiri mampu dan mau memenuhi keinginan orang tersebut termasuk melakukan tindakan perlawanan terhadap orang/golongan masyarakat lainnyaKinicki dan Kreitner (2003) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses pengaruh sosial dimana pemimpin mencari partisipasi sukarela dari para bawahan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.  Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di   dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu grup/kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin (Irawati, 2004).
          Kekuasaan dapat bersifat positif dan negatif.  Kekuasaan yang positif diartikan sebagai kemampuan yang dianugerahkan Tuhan YME kepada individu tertentu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.  Kekuasaan yang negatif sifatnya adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang melalui paksaan, baik paksaan terhadap fisik maupun mental.  Kekuasaan memiliki banyak bentuk yang bersumber dari penguasaan seseorang terhadap hak milik kebendaan (ekonomi), kedudukan yang tinggi dimasyarakat (tradisi), ideologi, politik, militer, hukum dan birokrasi, ilmu pengetahuan dan dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Sehingga kekuasaan akan selalu ada disetiap aspek sosial kemasyarakatan.  Dan kekuasaan tertinggi terdapat pada suatu organisasi yang disebut “negara”.  Secara resmi suatu :negara” memiliki hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi dan bila diperlukan, maka negara dapat melakukan pemaksaan kepada warganya untuk melaksanakan kedaulatan.
          Dalam hal kedaulatan suatu negara, suatu masyarakat ataupun suatu golongan, kekuasaan akan terdiri dari pihak yang berkuasa dan pihak yang dikuasai.  Dan dalam hubungan antara penguasa dan pihak yang dikuasai, maka kekuasaan dapat memiliki hubungan yang simetris atau asimetris.  Hubungan yang simetris adalah hubungan yang yang terjadi secara timbal balik, hubungan persahabatan, hubungan sehari-hari, hubungan yang besifat ambivalen dan bila terjadi pertentangan, akan cenderung terjadi pada orang yang sejajar kedudukannya. Kekuasaan yang asimetris adalah hubungan tidak seimbang (tidak adil) antara penguasa dan pihak yang dikuasai.  Hubungan asimetris memiliki beberapa ciri yaitu: kekuasan berdasarkan popularitas, hubungan sehari-hari, adanya peniruan sikap, pihak yang dikuasai cenderung mengikuti perintah, tunduk pada pemimpin formal/informal/ahli, dan bila terjadi pertentangan, terjadi pada orang yang tidak sejajar kedudukannya. 
          Kekuasaan sebagai suatu proses sosial didalam masyarakat akan memiliki beberapa peranan.  Diantaranya adalah:
1.    Mengendalikan tingkat kekerasan di masyarakat.
2.    Mengendalikan tanah, buruh, kekayaan material dan produksi
3.    Pengambilan keputusan bersama yang dirasa penting oleh masyarakat.
4.    Mempertahankan, mengubah, dan melancarkan interaksi antar masyarakat.
5.    Membuat sistem kepercayaan nilai-nilai kedaulatan suatu bangsa.
6.    Menyamakan pandangan hidup dan integrasi masyarakat.
7.    Membangun kepentingan rekreatif.


B.              Unsur-Unsur Saluran Kekuasaan

          Soekanto (2004) menyebutkan beberapa unsur yang menjadi jalur untuk mendistribusikan kekuasaan antar manusia atau antar kelompok.  Unsur-unsur tersebut adalah rasa takut, cinta, kepercayaan dan pemujaan.  Rasa takut yang dimiliki oleh individu atau masyarakat adalah gejala umum yang terdapat pada semua individu.  Hasil dari rasa takut itu adalah menimbulkan kepatuhan.  Dan cenderung kekuasaan yang menggunakan unsur ini bernilai negatif karena lebih banyak menggunakan pemaksaan.  Rasa cinta merupakan perasaan alami yang dmiliki oleh semua individu.  Melalui unsur ini, seorang individu akan melaksanakan keinginan pihak yang berkuasa atas dasar keinginan pribadi dan secara sukarela.  Pada kondisi ini suatu sistem kekuasaan dapat berjalan dengan baik dan teratur.  Kepercayaan dapat timbul sebagai hubungan secara langsung antara satu pihak dengan pihak lainnya, dimana pihak yang dikuasai akan memiliki perasaan percaya kepada pihak berkuasa.  Sehingga mereka bersedia memenuhi keinginan penguasa.  Pemujaan adalah sikap mental yang muncul dari dalam diri individu atau kelompok individu dari rasa kepercayaan yang berlebihan sehingga mereka akan selalu membenarkan semua hal yang ditentukan pihak pemegang kekuasaan.  Sikap yang berlebihan ini cenderung berdampak negatif karena individu atau kelompok individu tersebut cenderung tidak sadar secara mental. 


C.             Cara Mempertahankan Kekuasaan

Berdasarkan peran kekuasaan dalam masyarakat, kekuasaan menjadi hal utama dalam sistem sosial kemasyarakatan.  Kekuasaan itu sendiri ada yang bersifat positif dan negatif.  Dan berdasarkan sifatnya tersebut muncul 4 dimensi dari kekuasaan.  Dimensi pertama; kekuasaan itu sah dan dilaksanakan tanpa kekerasan antara penguasa dan pihak yang dikuasai.  Hal ini dapat djalankan pada sistem adat, kaidah, ideologi, dan wewenang.  Dimensi kedua; adalah kekuasaan sah dan cara kekerasaan dapat dilakukan terutama pada kasus pemerintah yang otoriter dalam suatu negara.  Dimensi ketiga adalah kekuasaan tidak sah yang berjalan tanpa kekerasan, hal ini dilakukan dengan intimidasi, provokasi dan penyebaran desas-desus atau isu yang meresahkan masyarakat.  Sedangkan dimensi keempat adalah kekuasaan tidak sah dan dijalankan dengan kekerasan.  Hal ini dapat terjadi dalam suatu negara dengan sistem tirani dimana kekuasaan dijalankan dengan tindakan pemaksaan atau bahkan kriminal kepada warga negaranya. 

Dan umumnya pihak-pihak yang berkuasa cenderung untuk melanggengkan kekuasaan tersebut.  Dalam upaya melanggengkan kekuasaan, beberapa upaya dilakukan diantaranya adalah:
1.             Meninggalkan peraturan kuno yang merugikan kepentingan penguasa dan menggantinya dengan peraturan baru yang menguntungkan pemegang kekuasaan saat ini.
2.             Menciptakan sistem kepercayaan melalui agama, ideologi ataupun nilai kepercayaan masyarakat bahwa sistem kekuasaan ini yang terbaik bagi masyarakat.
3.             Melakukan tata kelola administrasi dan birokrasi yang baik.  Dengan sistem birokrasi yang baik, diharapkan penguasa akan menempatkan orang-orang yang loyal kepadanya.
4.             Melakukan konsolidasi vertikal & horizontal. Konsolidasi ini penting untuk mejaga loyalitas seluruh lapisan masyarakat agar terus mempercayai penguasa tersebut.

Setelah pihak pemegang kekuasaan dapat berkuasa, ada beberapa hal yang dapat memperkuat posisinya dalam masyarakat.  Cara memperkuat kekuasaan itu adalah:
1.             Menguasai beberapa bidang-bidang tertentu dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan dengan cara persuasif dan damai.  Hal ini dilakukan untuk meningkatkan citra penguasa itu sendiri.  Bidang-bidang utama dalam kehidupan masyarakat itu umumnya adalah bidang perekonomian dan kesejahteraan.  Penguasaan terhadap potensi-potensi ekonomi kerakyatan dengan tujuan pemanfaatan bersama cenderung dilakukan justru untuk mengontrol masyarakat itu sendiri dan bukan untuk kesejahteraan masyarakat.
2.             Menguasai aspek kehidupan masyarakat dengan paksaan atau kekerasan. Hal ini dilakukan bila pendekatan persuasif gagaln dilaksanakan.  Namun paksaan ataupun kekerasan justru akan merusak kekuasaan itu sendiri.

D.           Lapisan Kekuasaan

Dalam sejarah manusia, kekuasaan akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat.  Soekanto (2007) menyatakan bahwa bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan masyarakat, adat istiadat dan pola-pola masyarakat itu sendiri.  Masyarakat yang khawatir timbulnya disintegrasi bila tidak ada pihak yang berkuasa menimbulkan terjadinya berbagai bentuk pelapisan kekuasaan.  Setidak-tidaknya saat ini dikenal 3 (tiga) bentuk lapisan kekuasaan di masyarakat.  Lapisan-lapisan kekuasaan itu adalah:
1.        Tipe Kasta.  Lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku dan hampir tidak ada gerak sosial vertikal.
2.        Tipe Oligarkhis.  Lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas namun dasar pembedaan kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat setempat.  Tipe ini seseorang memiliki kesempatan untuk naik kelas. 
3.        Tipe Demokratis. Lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang sangat mudah bergerak dimana kelahiran tidak menentukan seseorang yang terpenting adalah kemampuan dan terkadang faktor keberuntungan.

E.         Wewenang

          Pengertian kekuasaan seperti dikutip dari Wikipedia (2013) adalah suatu kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok untuk menjalankan kewenangan tersebut sesuai kewenangan yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh melampaui kewenangan yang telah diberikan tersebut.  Pemahaman mengenai kekuasaan akan selalu terkait dengan wewenang.  Wewenang adalah kekuasaan yang ada pada diri seseorang atau sekelompok orang yang memiliki dukungan/pengakuan dari masyarakatnya.  Wewenang dapat diartikan juga sebagai  suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penyelesaian pertentangan.  Dalam sistem masyarakat yang sudah kompleks, wewenang akan terkait dengan pembagian kerja yang terperinci.  Wewenang akan terbatas mengenai hal-hal yang tercakup didalamnya, waktu dan cara penggunaan kekuasaan itu sendiri.  Oleh sebab itu seseorang yang memiliki wewenang cenderung akan menjadi penguasa dalam kelompoknya.  Dan bagi masyarakat, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuatan yang tidak sah.  Soekanto (2007) membedakan pengertian kekuasaan dan wewenang ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan.  Sementara wewenang adalah kekuasan yang melekat pada diri individu atau sekelompok orang yang memiliki dukungan dari orang/kelompok lain.
          Berdasarkan sejarah perkembangnnya, wewenang mengalami perubahan sejarah terus menerus.  Dan perkembangan itu menuju pada arah dan tujuan dari wewenang itu sendiriuntuk memenuhi keinginan dan perkembangan masyarakat.  Dasar pembentukan wewenang berdasarkan perkembangan zaman mengalami perubahan berdasarkan sumber, kelas sosial, tokoh-tokoh yang dominan, sarana, basis kelas sosial dan cara memperoleh wewenang itu sendiri.  Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Dasar pembentukan wewenang berdasarkan perkembangan zaman.

No.
Dasar Pembentukan
Pra-Industrial
Industrial
Purna Industrial
1.
Sumber
Tanah
Pabrik
Pengetahuan





2.
Pusat Sosial
Pertanian
Bisnis perusahaan
Universitas, Pusat Penelitian





3.
Tokoh Dominan
Pemilik Tanah, Kalangan Militer
Kalangan Bisnis
Ilmuwan, peneliti





4.
Sarana Berkuasa
Penguasaan & Kekuatan
Pengaruh hak langsung terhadap politik
Keseimbangan kekuatan politik, Iptek dan HAKI.





5.
Basis Kelas Sosial
Harta, Kekuatan Militer
Harta, organisasi, politik, ketrampilan teknis
Keterampilan teknis dan organisasi politik





6.
Cara
Warisan
Warisan, magang, pendidikan
Pendidikan, mobilisasi
Sumber: Soekanto (2007).

          Terdapat beberpa bentuk-bentuk wewenang.  Bentuk wewenang pertama adalah wewenang yang didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku (Weber, 1947).  Wewenang ini dibedakan atas:
1.    Wewenang kharismatis; wewenang yang didasarkan pada kemampuan khusus yang dianugerahkan Tuhan YME kepada seseorang.
2.    Wewenang  tradisional; wewenang yang didasarkan pada  keluarga tertentu yang sudah lama memiliki kekuasaan di masyarakat.  
3.    Wewenang rasional; wewenang yang didasarkan pada  sistem hukum yang berlaku di masyarakat (tradisi dan agama).
Bentuk wewenang kedua adalah wewenang yang didasarkan derajat resmi suatu wewenang yang berlaku dalam masyarakat.  Wewenang ini dibedakan atas:
1.    Wewenang resmi; wewenang yang sifatnya sistematis, dipehitungkan dengan baik dan rasional.  Bentuk wewenang ini umum dijumpai pada kelompok masyarakat yang besar yang memerlukan aturan dan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap.
2.    Wewenang tida resmi; wewenang yang dalam prosesnya didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi.
Bentuk wewenang ketiga adalah wewenang yang timbul dari sifat dan dasar kelompok-kelompok sosial tertentu.  Kelompok itu mungkin timbul karena adanya ikatan darah atau ikatan tempat tinggal atau bahkan berdasarkan keduanya.  Wewenang ini dibedakan atas:
1.    Wewenang pribadi; wewenang yang tergantung pada solidaritas antar anggota kelompok dan unsur kebersamaan memegang peranan penting.  Struktur wewenang bersifat konsentris yaitu wewenang akan terpusat pada satu titik kemudian meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu.  Setiap lingkaran wewenang dianggap memiliki kekuasaan penuh di wilayahnya masing-masing.
2.    Wewenang teritorial; muncul kecenderungan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan langsung dengan anggota masyarakat.
Bentuk wewenang keempat adalah wewenang yang berdasarkan pada skala penguasaan.  Wewenang ini dibedakan atas:
1.    Wewenang terbatas; wewenang yang tidak mencakup seluruh sektor kehidupan masyarakat.
2.    Wewenang menyeluruh; wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu.

F.       Kepemimpinan Yang Efektif

          Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bertingkah laku dan berdaya upayanya sendiri memenuhi tujuan yang ingin dicapai orang tersebut. Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk sebagai hasil interaksi sosial.  Kepemimpinan terbentuk dari hasil dinamika interaksi sosial. Kepemimpinan dapat bersifat formal; kepemimpinan yang tersimpul dalam suatu jabatan dan dapat bersifat informal; kepempinan muncuk karena adanya pengakuan dari masyarakat.
Konsep kepemimpinan akan berbeda antar masyarakat karena ia adalah hasil interaksi sosial suatu masyarakat.  Berdasarkan budaya jawa, konsep kepemimpinan adalah “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” (dimuka memberi tauladan, ditengah membangun semangat, dibelakang memberi pengaruh).  Pemahaman ini menunjukkan bahwa pemimpin seharusnya memiliki ideologi dan tauladan yang sangat baik.  Sedangkan dalam Asta Brata yang merupakan kumpulan seloka dalam Ramayana, pada diri seorang pemimpin terkumpul sifat dari delapan dewa.  Sifat-sifat itu adalah:
1.        Indra-brata; mampu memberikan kesenangan jasmani.
2.        Yama-brata; mampu dan memiliki keahlian dan memberikan kepastian hukum.
3.        Surya-brata; mampu menggerakan pengikutnya secara persuasif.
4.        Caci-brata; mampu memberikan kesenangan rohani.
5.        Bayu-brata; mampu menunjukan keteguhan pendidikan dan rasa tak segan untuk merasakan kesukaran-kesukaran pengikutnya.
6.        Dhana-brata; mampu menunjukan pada suatu sikap yang patut dihormati.
7.        Paca-brata; mampu menunjukan kelebihan dalam ilmu pengetahuan, kepandaian dan keterampilan.
8.        Agni-brata; mampu memberikan semangat pada pengikutnya.
Selain sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin, terdapat beberapa gaya kepemimpinan.  Diantaranya adalah:
1.  Gaya Otoriter.  ciri-cirinya:
a.  Pemimpin bersifat dominan dalam semua kegiatan kelompok.
b. Anggota kelempok cenderung tidak diikutsertakan dalam  penentuan tujuan  kelompok.
c. Pemimpin terpisah dan tidak berinteraksi secara efektif dengan  anggota kelompoknya.
2.  Gaya Demokratis, ciri-cirinya:
a.    Musyawarah & mufakat dalam penentuan tujuan kelompok.
b.    Pemimpin aktif memberikan saran dan petunjuk.
c.    Ada interaksi efektif antara  pemimpin dan anggota kelompok.
d.    Pemimpin aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
3.    Gaya Bebas, ciri-cirinya:
a.    Pemimpin pasif.
b.    Penentuan tujuan kelompok sepenuhnya ditentukan oleh anggota kelompok.
c.    Pemimpin hanya menyediakan sarana yang dibutuhkan oleh kelompok.
d.    Pemimpin berada di tengah-tengah kelompok.
Kajian sosiologis, seorang pemimpin memiliki tugas:
1.       Membuat kerangka pokok yang jelas yang menjadi pegangan dalam berperilaku di masyarakat bagi pengikutnya.
2.       Mengawasi, mengendalikan, menyalurkan perilaku warga masyarakat yang dipimpinya.
3.       Sebagai representasi warganya di masyarakat lain selain kelompoknya.

Siapa orang yang bisa diangkat atau dipilih untuk menjadi pemimpin. Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah kita menentukan kriteria yang akan dipakai untuk memilih pimpinan tersebut. Seorang pemimpin itu haruslah paling sedikit mampu untuk memimpin pengikutnya untuk mencapai tujuan organisasi dan juga mampu untuk menangani hubungan antar manusia. Mempunyai interaksi antar individu yang baik dan mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.  Sikap yang berguna bagi pemimpin yang efektif adalah :
1.  Keinginan Untuk Menerima Tanggung Jawab.  Apabila seseorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pihak tertinggi atas apa-apa yang dilakukan pengikutnya.  Disini pemimpin harus mampu mengatasi pengikutny serta mengatasi tekanan kelompok informal.
2.  Kemampuan Untuk Bisa”Perceptive”.  Perceptive menunjukan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan haruslah mengenai tujuan organisasi sehingga mereka bisa bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Disini ia memerlukan kemampuan untuk untuk memahami pengikutnya, sehingga ia dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka serta juga berbagai ambisi yang ada. Di samping itu pemimpin harus juga mempunyai persepsi intropektif (menilai diri sendiri) sehingga ia bisa mengetahui kekuatan, kelemahan dan tujuan yang layak baginya. Inilah yang disebut kemampuan “Perceptive”.
3. Kemampuan untuk bersikap Objektif.  Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan perceptive.  Apabila perceptivitas  menimbulkan kepekaan terhdap fakta, kejadian dan kenyatan-kenyatan yang lain. Objektivitas membantu pemimpin untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas.
4.  Kemampuan Untuk Menentukan Prioritas.  Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempuanyai kemampuan untuk memiliki dan menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataanya sering masalah-masalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu tetapi seringkali masalah datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
5.  Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang    pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain, karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai. 
6.    Dari zaman dulu sampai sekarang faktor emosi memang menjadi bagian dari manusia yang sangat besar yang dapat menentukan kemana langkah seseorang. Istilahnya IQ (Intellegence Quotient/kecerdasan intelektual) memang diperlukan, tapi IQ bukan satu-satunya perkara yang bisa menjamin kesuksesan.  Seorang pemimpin yang menggunakan pendekatan kecerdasan emosi (EQ) akan menghasilkan kinerja jauh lebih baik ketimbang pemimpin yang hanya menggunakan pendekatan IQ. Coba bedakan, pemimpin yang menggunakan kecerdasan emosi, pola pikirnya dimulai dari melihat masyarakat sebagai aset dan bagian yang penting untuk masa depan suatu negara. Apabila masyarakat bebas dari masalah, selalu termotivasi, diperhatikan kebutuhan dasarnya maka mereka dengan sendirinya akan membangun bangsa dan negara pada kapasitas terbaiknya.


Daftar Pustaka

Irawati, Nisrul. 2004.  Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan yang Mampu Mengambil Keputusan yang Tepat.  USU Digitalab.  Medan.

Kinicki dan Kreitner.  2004

Soekanto, Soerjono.  2007.  Sosiologi Suatu Pengantar.  PT. RajaGrafindo Persada.  Jakarta.

Weber, Max.  1946.  Essay in Sociology.  Oxford University Press.  New York.

----------------. 1947.  The Theory of Social and Economic Organization.  Oxford University Press.  New York.


www.youtube.com

No comments:

Post a Comment